Senin, 31 Mei 2010

Puisi (TANYA HATI KITA)

TANYA HATI KITA

Saat lembayung jingga kesedihan
Terlukis di cakrawala mataku
Kau kalungkan aku perhatian
Membuat jiwaku ditimang kebahagiaan
Namun ombak kehidupan, seringkali tidak berperasaan
Sebagai alat keadaan mencobai sukma
Menegangkan otot hati dan otak kita
Sanggupkah kita bijaksana menelaah apa yang terjadi?
Atau apa yang kita bina
Terburau begitu saja ke lautan oleh angin ragu?
Semua kembali…
Dan tanya hati kita, untuk menilainya

Puisi ( AKANKAH WAKTU MENGIKIS RASA?)

AKANKAH WAKTU MAMPU MENGIKIS RASA?

Dua cangkir kopi, tergeletak begitu saja di meja bisu
Kita sruput separuh lalu kita tinggalkan begitu saja
Karena pertengkaran memulai pagi, yang entah bermula karena apa
Asap yang mengepul menghilang ke udara,
Kalah oleh dingin hati yang serasa menggigit
Entah kapan pastinya,
Sepasang cangkir kopi itu mulai terasa hambar
Seperti rasa kita
Pagi melahirkan kebisuan
Malam menciptakan kesunyian
Hanya sekilas tatap jika bersua
Tanpa suara
Kemanakah cinta yang begitu hangat,
Yang dulu pernah menjadi mantel hati kita, kini ia berada?
Kemana ia berlari dan pergi?
Apakah waktu mampu mengikis segala rasa yang pernah ada?
Kemanakah tawa yang dulu sering menghiasi bibir kita?
Ke arah manakah ia diterbangkan bayu?
Dimusim manakah ia bertaut?
Atau…
Apakah keadaan lebih tahu cara mempemainkan kita?
Kemana dan kepada siapa aku bisa mendapat jawabannya?
“Tidak ke sesiapa dan bukan ke sesiapa,” ujar hati kecilku
Malam pun kini, tampak angkuh untuk kusapa
Siang terlalu sibuk mengabsen dan mengurus kegiatan manusia
Langit pun sepertinya sudah tak mengenal aku
Aku pun terkulai dalam tanya tak berjawab
Hadirkan lelah jiwa dan terlelap di bantal resah
Ah…sudah seharusnya,
Aku tak mencari-cari kesalahan pada orang
Dan keadaan yang semestinya mulai berkaca dan bertanya pada diri,
Apa yang telah aku lakukan?
Tuhan, semoga semua belum terlambat
Meski aku tahu tak mungkin mengubah yang telah berlalu
Namun aku bisa memulai dari saat ini,
Mengubah segala menjadi yang lebih baik dari detik ini

Puisi (AKHIR PENANTIAN)

AKHIR PENANTIAN

Dalam ruang kesunyian,
Kuberlari mencari kelakarmu
Di hiruk pikuk kehidupan,
Kumeraba-raba bayanganmu
Namun tak juga kutemukan
Dimanakah engkau?
Disetiap sudut ruang kujelajahi
Pada yang berlalu aku bertanya
Tak ada yang tahu engkau dimana?
Kau yang hadirkan rindu
Pergi tinggalkan sendu
Aku letih menunggumu,
Penat merinduimu,
Hampir mati karena cintamu
Tak ingin kulelah lagi dalam pertempuran rasa
Terjungkir dalam tanya
Akan kubunuh rindu yang mendera
Lalu kukubur dalam-dalam cinta yang tersisa
Pintaku, “jangan pernah engkau kembali lagi!”
“Jangan kau tindas aku dengan rasa tak bertepi”
Telah kututup pintu penantian
Tentangmu kini hanya sebuah kenangan
Aku yang dulu lugu sudah mati
Dalam pemberontakan batin ini
Aku harus memutar haluan
Cinta terlarang ini tak mungkin dilanjutkan
Berkacalah aku pada rasirasi kehidupan
Aku tak akan tersesat lagi oleh cinta di perempatan

Puisi (CINTAKU BERTEPUK SEBELAH TANGAN)

CINTAKU BERTEPUK SEBELAH TANGAN

Pesonamu di kalbuku
Seperti langit biru, dihiasi gerakan awan
Pemberi kekuatan, disetiap aku bertemu kesulitan
Kehadiranmu kini, perlahan…tertutup mendung berawan
Sebelumnya, tak terbayangkan
Cintaku bertepuk sebelah tangan
Perhatianmu sebatas kawan
Aku artikan berlebihan
Akankah hujan mampu melunturkan semua warna tentangmu?
Kini langit yang kulihat seperti selembar kertas berwarna putih
Seiring menuanya waktu
Semoga rasa di hatiku ini, juga tersapu bersih

Puisi (PULANGLAH)

PULANGLAH

Pulanglah,
Ke cinta yang sesungguhnya
Engkau punya,
Dimana satu jiwa sering bercumbu dengan malam resah
Dengan tanya, membuat matanya basah
Dia menantimu tak lelah
Yang membuatkanmu kopi cinta dengan titik air mata
Dia yang bahagia terpilih, kau genggam tangan
Dan pernah engkau janjikan
Sehidup semati
Dalam satu bejana rasa
Pulanglah,
Takkah kau lihat di matanya menyimpan cemburu?
Yang diselipkan dibalik tawa
Bahkan menjadi bumbu sayur disetiap harinya
Bukan buta,
Dia melihat semua yang terjadi, terang
Dengan sebelah mata dan menganggap tak ada
Untuk menjaga
Dia tahu,
Engkau berkelana
Mencari arti segala
Setelah lelah, kau akan pulang
Dan ruang hatinya tak pernah berpintu
Menunggumu pulang
Memeluknya dengan cintamu yang utuh

Puisi (KAU HANYA BERTEDUH)

KAU HANYA BERTEDUH

Kenapa hujan tiba-tiba turun ke bumi?
Menyuburkan tunas rasa di hati
Kenapa ada pertemuan
Jika akhirnya akan menuai kesedihan
Kenapa kau tiba-tiba hadir
Dengan sekuntum senyum
Beserta sekuncup semangat
Disaat kurasakan gersangnya kehidupan
Aku tahu, kau seorang pengembara
Hanya berteduh sebentar di beranda tuaku
Lalu akan melanjutkan perjalanan tanpa pernah kutahu kemana?
Namun rasa telah melekat dalam dada ini
Cinta telah merebes ke seluruh nadi
Saat kutahu, kau mesti pergi
Mulutku terkunci
Hanya bisa menatapmu, berlalu dengan lunglai
Aku mesti menggulung rindu ini dalam kain waktu
Rasa ini tak akan kubiarkan lagi memasungku
Pelan-pelan, kan kuhapus namamu dari memori kehidupanku
Kita dipertemukan bukan untuk menjadi Satu
Jalanku dan jalanmu tak searah
Di persimpangan ini kita mesti berpisah

Puisi (JEJAK CINTA TERNODA)

JEJAK CINTA TERNODA

Dengan tinta anganku dan mopit rindumu,
Seribu syair berjuntai di ruang imaji bisu
Air mata penantian berpacu dengan detak waktu
Menjadi sebongkah batu
Seribu purnama lewat
Cinta ini tetap menyemat
Teraduk rindu lika dan dosa yang melekat
Kertas putih cinta kita ternoda
Oleh hasratku yang meluap
Mencintaimu, lebih dari yang seterusnya